Laman

Senin, 02 November 2015

Ketidakadilan Petani dalam Dunia Perpolitikan di Era Globalisasi

Masih terkait judul yang diatas bahwa petani Indonesia sangatlah memprihatinkan banyak dari mereka yang tidak mendapatkan hak-hak nya. Buruh tani kita ditindas dan dihisap oleh kapitalisme tanpa memikirkan kesejahteraan petani. Masyarakat petani adalah aset yang paling berharga karena tanpa petani kita tidak mungkin bisa memakan nasi seperti saat ini. Tapi, banyaknya lahan yang dirusak dan diganti oleh bangunan pabrik membuat masyarakat petani mulai kehilangan lahan mata pencaharian kita, bahkan kita ini adalah negara kepulauan yang memiliki tanah yang subur, kenapa masih banyak masyarakat kita yang kelaparan. Mungkin ini adalah contoh kecil yang sudah dilakukan pemerintah bahwa dengan membangun pabrik semen membuat kita lebih sejahtera. Sebenarnya boleh kita membangun pabrik semen tapi, kita harus melihat dampak ngatif dari limbah pabrik dan bagaimana tempat tinggal , lahan mata pencaharian masyarakat petani yang tergantung kepada alam ini. Jika alam kita dirusak maka , mereka pun akan kehilangan semua harta yang sangat berharga bahkan dampaknya sangalah parah , kita akan mengalami kerusakan lingkungan yang membuat ekosistem di alam tidak berjalan semestinya. Masyarakat Indonesia sebagian besar bekerja dengan mata pencaharian sebagai petani , mereka menggunakan lahan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Melihat fenomena ini saya pun mewawancarai beberapa mahasiswa seorang aktifis. Mahasiswa aktifis ini mengungkapkan bahwa masyarakat petani adalah tokoh yang harus dihormati karena tanpa mereka kita tidak akan bisa hidup.mari kita refleksiakan sejarah petani. Kita bisa lihat sejarah kehidupan petani, dari jaman kerajaan dulu hingga era global sekarang. Pada zaman kerajaan dulu, petani bukan saja dijadikan sebagai tenaga kerja murah, bahkan gratis, tapi juga objek pajak. Misalnya pada zaman Kerajaan Majapahit, di satu pihak raja membebaskan tanah milik komunitas agama dari pajak, pada saat yang sama memungut pajak dan menuntut kerja rodi kepada warga desa. Bagi para petani yang mengurangi produksi pertaniannya, entah dengan cara apa, disamakan dengan pencuri yang gisa dihukum mati. Praktek seperti itu terus hingga masa penjajahan Belanda dan bahkan sekarang pemerintah kita sendiri menggunakan cara yang sama kepada masyarakat petani kita. Petani sampai saat ini belum mendapatkan kesejahteraan mereka. Eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki pulau ini diperas habis-habisan demi mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi pemerintah kolonial. Kekuasaan pemerintah kolonial yang besar itulah yang membuat rakyat kecil tidak dapat menggunakan tanah-tanah miliknya sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka, sebab seluruh tanah yang ada di dalam kekuasaan pemerintah merupakan tanah milik pemerintah, rakyat tidak memiliki hak atas apapun yang ada di wilayah kekuasaan pemerintah kolonial itu, seperti yang ada dalam konsep kekuasaan kerajaan-kerajaan Jawa. Sehingga, pemerintah kolonial berhak untuk mengeksploitasi seluruh yang ada di wilayah kekuasaannya baik tenaga maupun sumber daya alam lainnya yang ada di Jawa. Hal inilah yang telah menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat, terlebih juga karena mereka tidak mendapat upah yang tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarganya. Tekanan demi tekanan baik moral maupun fisik dari pemerintah kolonial ataupun oleh sang modal telah membuat kesabaran sebagian rakyat mencapai puncaknya. Karena itu, muncul sosok-sosok pemimpin yang prihatin dengan keadaan zaman dan ingin melepaskan seluruh penderitaan yang mereka derita selama ini, dengan melakukan perlawanan terhadap pihak-pihak yang mereka anggap telah membuat kesengsaraan bagi mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimaksih atas kunjungan anda
Mohon untuk berkomentar yang sopan, tidak mengandung kalimat yang berbau kekerasan atau kriminal